Weda sebagai Sumber Hukum Hindu
Maharsi Manu, peletak dasar hukum Hindu
menjelaskan bahwa Weda adalah sumber dari segala Dharma :
”Vedo ’khilo dharma mulam smrti sile ca tad
vidam, acarasca iva sadhunam atmanas tustir eva ca”
Artinya :
(Weda adalah sumber dari segala Dharma, yakni
agama, kemudian barulah Smrti, disamping Sila (kebiasaan atau tingkah laku yang
baik dari orang yang menghayati dan mengamalkan ajaran Weda) dan kemudian Acara
yakni tradisi-tradisi yang baik dari orang-orang suci atau masyarakat yang
diyakini baik serta akhirnya Atmatusti, yakni rasa puas diri yang
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa).
Manavadharmasastra II.6.
Berdasarkan kutipan di atas, kita mengenal sumber-sumber
hukum Hindu menurut kronologisnya seperti berikut :
a. Weda
(Sruti).
Dalam
ajaran agama Hindu, Weda termasuk dalam golongan Sruti.Weda diyakini sebagai sastra tertua dalam
peradaban manusia yang masih ada hingga saat ini. Setelah tulisan ditemukan,
para Rsi menuangkan
ajaran-ajaran Weda ke dalam bentuk tulisan.
b. Smrti (Dharmasastra).
Smrti
(Dharmasastra) adalah Weda juga, karena kedudukannya dipersamakan dengan Weda
(Sruti).
c. Sila (tingkah laku orang suci).
d. Acara (Sadacara).
Sadacara
berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata Sat dan
Acara. Sat adalah Satya yang berarti
kebenaran Weda dan Acara artinya
tradisi yang baik.
’Acara ngarania
prawrti kawarah sang hyang aji’’.
Artinya:
Sarasamuscaya 177
Dari pemahaman ini
Sadacara adalah ajaran Weda yang Sanatana Dharma itu
diterapkan menjadi tradisi suci.
e. Atmatusti (Amanastuti).
Atmanastusti adalah tercapainya kepuasan diri dan
kebahagiaan rohani baik dalam upacara yadnya maupun dalam berbagai kegiatan
sehari-hari. Implementasi Atmanastusti dalam kehidupan masyarakat Bali,
misalnya dalam sebuah paruman desa adat, dalam teknik pengambilan keputusan secara ilmiah ditinjau dari
hukum hindu sebagaimana disebutkan bahwa :
1. Dengan
rasa puas diri, berarti keputusan yang di ambil dapat memuaskan diri setiap
orang.
2. Atmatusti
dan disebut juga dengan istilah Santosa yang mempunyai makna dapat memuaskan
semua orang.
3. Atmanastusti
baru kemudian diambil sebagai keputusan bersama,
Pada
intinya disebutkan bahwa Atmanastusti itu sebagai kepuasan diri atau setiap
orang yang dapat dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk lebih menengakkan tentang
kedudukan sumber-sumber hukum Hindu itu, lebih jauh sloka-sloka
Manawadharmasastra menyatakan sebagai berikut :
”Srutistu Vedo dharma sastramtu vai smrtih, te sarvarthesvamimamsye
tabhyam dharmohi nirbabhau”.
Artinya :
(Sesungguhnya Sruti (Wahyu) adalah Weda, demikian pula
Smrti itu adalah Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan dalam hal apapun,
sebab keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber dari agama dan hukum
Hindu).
Manavadharmasastra II.10.
Dari terjemahan sloka di atas, dapat
ditegaskan bahwa ke lima sumber hukum Hindu itu kebenarannya tidak dapat
dibantah. Kedudukan sloka II.6 dan II.10 di atas merupakan dasar yang harus
dipegang teguh dalam hal kemungkinan timbulnya perbedaan pengertian mengenai
penafsiran hukum yang terdapat di dalam berbagai kitab agama. Maka kedudukan
yang pertama lebih tinggi dari sumber hukum berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar